Rara Pitaloka Sirait, S.H |
REFORMASI SISTEM
PENGAWASAN MAHKAMAH AGUNG
DALAM PERJUANGAN
MELAWAN MAFIA PERADILAN
Oleh :
Rara Pitaloka Sirait,
S.H
Mahasiswa Program
Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Sumatera
Utara
Lembaga peradilan
dihadapi dengan masalah maraknya mafia peradilan yang mencoreng integritas
Lembaga yudisial. Terungkapnya beberapa kasus suap menyuap di lembaga peradilan
yang melibatkan jajaran penegak hukum dalam proses peradilan, salah satu kasus
mafia peradilan yang terungkap yaitu Hakim Agung Sudrajad Dimyati yang telah
menerima suap dalam mengadili Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana dan menerima
suap dalam mengadili sengketa rumah di Pancoran, Jakarta Selatan. Sejatinya hakim
agung menjadi benteng terakhir keadilan di Indonesia. Namun, Sudrajat Dimyati
malah menjual keadilan ditukar dengan lembaran uang. Pengadilan Negeri Bandung
menyatakan Sudrajad Dimyati bersalah menerima suap. Menjatuhkan pindakan kepada
terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 tahun. Selain pidana penjara,
Sudrajad juga didenda Rp 1 miliar. Jika denda tersebut tidak dibayar, maka akan
diganti dengan pidana kurungan selam 3 bulan.
Lalu Pengadilan Tinggi Bandung memutus perkara banding yang diajukan
Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati. Hukuman untuk Sudrajad dikurangi satu
tahun dari 8 tahun menjadi 7 tahun penjara. Vonis tersebut dibacakan Majelis
Hakim PT Bandung pada Senin (31/7/2023). Majelis Hakim Pengadilan Tinggi
Bandung yang mengadili Sudrajad Dimyati justru memotong hukuman penjaranya
dengan alasan pengabdian Sudrajad Dimyati kepada MA. Majelis justru mengabaikan
fakta bahwa Sudrajad Dimyati justru (KUHP) telah memberikan dasar yang konkrit
bagi hakim untuk memberat putusan tersebut. Sebab, regulasi itu menegaskan
bahwa setiap pejabat publik yang melakukan kejahatan, hukumannya harus
diperberat sepertiga, bukan justru dikurangi.
tindakan korupsi, suap dan penyalahgunaan kekuasaan dalam lingkup pengadilan
yang dapat menghasilkan hukum yang tidak adil. Mafia peradilan yang dilakukan
secara sistematis oleh para penegak hukum merupakan pengabaian secara sengaja
dan terencana terhadap sistem penegakan hukum yang sudah baku dalam mekanisme
dan prosedur. Penggerogotan dan perusakan terhadap sistem penegakan hukum,
tidak hanya pada sistem prosedural, tetapi juga merusak dan mengabaikan sistem
tata nilai berupa asas-asas hukum yang adil, kedua sistem tersebut tercakup
dalam sistem proses hukum yang adil (due process of law).
Reformasi Sistem Pengawasan Mahkamah
Agung Dalam Perjuangan Melawan Mafia Peradilan
Reformasi Sistem
Pengawasan Mahkamah Agung adalah langkah penting dalam upaya memberantas mafia
peradilan dan memulihkan kepercayaan masyarakat dalam sistem peradilan. Oleh
karena itu, dibutuhkan suatu reformasi yang meliputi struktur hukum, badan
pengawaasan sistem peradilan dan budaya hukum.
1. Reformasi
Dalam Struktur Hukum, Mahkamah Agung perlu membuka diri terhadap instansi
terkait yang bertugas melakukan pengawasan terhadap lembaga peradilan seperti
KPK, Ombudsman, Komisi Yudisial (KY) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK). Upaya melakukan Sistem Pengawasan teratur atas pemeriksaan
perkara seperti dengan adanya eksaminasi
publik, dan penyelidikan terhadap harta kekayaan penegak hukum. Bivitri
Susansti Ketua Komite Penelitian dan Pendidikan ILUNI FHUI mengusulkan, ke
depan struktur organisasi Badan Pengawasan MA tidak berada di bawah Sekretaris
MA. Menurutnya hal itu membuat posisi Badan Pengawasan MA tidak optimal dalam
menjalankan tugasnya. Terbukti saat ini aktor-aktor yang bisa memainkan perkara
di MA bukan saja hakim tapi juga panitera bahkan staf administrasi. MA harus
membenahi sistem internalnya untuk menutup peluang korupsi.
2. Reformasi
Badan Pengawasan. Keberadaan Komisi Yudisial bertujuan untuk menampung keluhan
masyarakat pencari keadilan yang diperlakukan tidak adil dalam proses hukum.
Untuk menjalankan fungsi kontrol terhadap kinerja pengadilan, KY dan MA,
berdasarkan UU. No. 3 Tahun 2009 tentang MA, dibentuk Majelis Kehormatan Hakim
(MKH) yang masih bersifat ad hoc, dengan komposisi anggota 3 nama berasal dari
MA dan 4 nama dari KY. MKH adalah sarana institusi kontrol terhadap perilaku
hakim secara internal peradilan. MKH dibentuk untuk mengambil keputusan ter- hadap
pelanggaran kode etik dan perilaku Hakim dengan hukuman pemberhentian secara
tidak hormat atau pemberhentian sementara. Mahkamah Agung telah menerbitkan SK
KMA Nomor 349/KMA/SK/XII/ 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengisian Jabatan
dan Seleksi Tenaga Teknis di Mahkamah Agung sebagai suatu reformasi memberantas
Mafia Peradilan. Menggunakan rekam jejak
integritas dengan melibatkan Badan Pengawasan Mahkamah Agung,
KY, KPK, dan PPATK, analisis LHKPN dan eksaminasi putusan bagi Hakim Tingkat
pertama dan Hakim Tingkat Banding yang menjadi tenaga teknis di Mahkamah Agung;
3. Reformasi
Budaya Hukum. Mahkamah agung telah melakukan beberapa upaya reformasi budaya
hukum dalam memberantas mafia korupsi, diantaranya : Membangun kerjasama dengan
Komisi Yudisial untuk melakukan pengawasan dan pembinaan secara terpadu; Menurunkan
mysterious shoper untuk melakukan pemantauan dan pengawasan di Kantor Mahkamah
Agung, yang terkoordinasi dengan Ketua Kamar Pengawasan Mahkamah Agung; Membentuk
kanal pengaduan khusus (Bawas Care) melalui saluran whatsapp yang terhubung
langsung dengan Ketua Kamar Pengawasan Mahkamah Agung, sebagai sarana untuk
menyampaikan laporan dan pengaduan atas dugaan pelanggaran yang terjadi di
lingkungan Mahkamah Agung; Membangun keturutsertaan masyarakat untuk terlibat menjadi
mysterious shoper yang tindak lanjutnya dilakukan bersama antara Mahkamah Agung
dan Komisi Yudisial;
Dengan
demikian reformasi sistem pengawasan Mahkamah Agung diharapkan dapat
memberantas mafia peradilan dan memulihkan kepercayaan publik, diharapkan juga dapat
mendorong peningkatan kinerja aparatur dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Hal
ini juga harus diikuti dengan komitmen penuh untuk melaksanakan rekomendasi dan
hasil dari badan pengawasan tersebut untuk menjaga integritas sistem peradilan.